DAERAHINFO TERBARUKESEHATANMETRO

Kejari Razia Peredaran Obat Terlarang di Metro

METRO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Metro melakukan razia peredaran obat terlarang ke 58 apotek yang ada di Kota setempat. hasilnya, tidak ditemukan satu jenispun produk obat terlarang yang beredar di Metro.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Metro Virginia Hariztavianne melalui Kasi Intelejen Debi Resta Yudha menjelaskan, razia yang dilakukan merupakan bentuk monitoring sekaligus pengawasan peredaran obat terlarang.

Hal itu guna menindaklanjuti Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia bernomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut atipikal atau atypical progressive acute kidney injury pada anak.

Ia mengungkapkan, Kejari Metro melakukan razia bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota setempat ke 58 apotek dari total 69 apotek yang ada di Metro.

“Kejaksaan negeri Metro bersama dinas kesehatan kota Metro melakukan monitoring dan pengawasan terhadap obat- obat yang terkontaminasi cemaran etilen likol atau EG dan dietilen likol atau DEG yang berada di Kota Metro,” kata dia saat diwawancarai awak media, Senin (7/11/2022).

“Dari 69 apotek telah dilakukan monitoring terhadap 58 apotek dimana dari 58 apotek tersebut, ada apotek yang memang tidak ada obat ini, dan ada beberapa yang menjual tapi sudah ditarik oleh distributor,” imbuhnya.

Ia menjelaskan bahwa produk obat-obatan anak yang dilarang beredar di Metro tersebut telah banyak yang ditarik oleh distributor obat.

“Banyak yang sudah ditarik, dari puluhan apotek. Kami menghimbau bahwasannya obat-obat yang mengandung EG dan DEG sudah tidak ada lagi di apotek apotek, peredarannya sudah tidak adalagi. Saat ini dapat dipastikan Metro bersih terhadap obat-obat itu,” ujarnya.

Ia juga meminta masyarakat segera melaporkan ke pihak Kepolisian jika masih menemukan peredaran obat terlarang tersebut.

“Masyarakat jika menemukan obat obatan dapat melaporkan kepada pihak yang berwajib,” tandasnya.

Diketahui, terdapat 8 jenis obat sirup yang dilarang beredar di Kota Metro. Pertama, Termorex Sirup atau obat demam. Kedua, Flurin DMP Sirup atau obat batuk dan flu. Ketiga, Unibebi Cough Sirup atau obat batuk dan flu. Dan Obat jenis Unibebi Demam Sirup atau obat demam.

Kemudian Kelima, jenis Unibebi Demam Drops atau obat demam. Ke Enam, jenis Parasetamol Drops 15 ml. Ketujuh, jenis Parasetamol Sirup Rasa Mint 60 ml dan terakhir jenis Vipcel Sirup 60 ml.

Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Metro melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang larangan penjualan obat cair anak seperti sirup oleh fasilitas kesehatan (Faskes) mulai dari apotek, dokter praktek hingga toko obat.

Kepala Dinkes Kota Metro, drg. Erla Andrianti mengaku pihaknya telah membuat SE pertama yang ditujukan kepada Apotik, Toko Obat, faskes hingga layanan praktek dokter yang ada di Kota Metro.

“Metro hari ini telah membuat surat edaran. Pertama, untuk apotik dan toko obat tidak lagi menjual obat-obatan bentuk sirup atau cair. Kedua surat itu juga diperuntukkan untuk Faskes dan juga dokter praktik swasta untuk memonitor terkait apabila ada anak dengan gejala gagal ginjal akut untuk dapat melaporkan ke Dinkes,” kata dia saat dikonfirmasi awak media, Jumat (21/10/2022).

Erla juga mengimbau agar seluruh faskes di Metro tidak memberikan resep obat cair maupun sirup yang diperuntukkan bagi anak

“Kami himbau untuk tidak memberikan resep obat anak bentuk cair atau sirup, apabila didapati pasien anak yang memiliki gejala gagal ginjal akut dapat diberikan rujukan ke rumah sakit yang memiliki peralatan lengkap,” ucapnya.

Faskes yang masih menjual obat-obatan anak dalam bentuk cair bakal diberi peringatan oleh Dinkes Kota Metro. Masyarakat juga diimbau untuk tidak membeli obat anak jenis sirup.

“Akan kita peringatkan untuk tidak menjual kembali, dan masyarakat juga harus tau untuk tidak membeli kembali, atau apabila masih mempunyai obat anak jenis sirup untuk tidak kembali di konsumsi. Untuk di faskes tidak dilakukan penarikan obat hanya dihentikan pemberiannya kepada pasien,” jelasnya.

“Karena kementerian pusat masih meneliti jenis obat apa yang menyebabkan anak gagal ginjal. Jadi tau obat jenis apa yang tidak boleh dikonsumsi anak. Nanti apabila sudah diketahui jenis obatnya, hanya akan beberpa jenis tertentu itu yang tidak boleh diberikan kepada anak,” tandasnya.

Diketahui, sebelumnya Kemenkes Republik Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran bernomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut atipikal atau atypical progressive acute kidney injury pada anak.

Edaran tersebut dikeluarkan setelah ditemukannya 192 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak yang didominasi terjadi pada anak berusia 1 sampai 5 tahun. Edaran itu ditandatangani langsung oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Murti Utami pada 18 Oktober 2022. (Rendi)

What's your reaction?

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.