Cakralampung.com – Polemik terkait dugaan penyelewengan dana desa (DD) di Kabupaten Tulangbawang (Tuba) kembali mencuat.
Pardianto, Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (Abpedsi) Kabupaten Tulangbawang, tengah menjadi sorotan publik setelah adanya laporan mengenai pengutipan dana sebesar Rp1.000.000 per desa yang diduga berasal dari dana desa.
Sebelumnya, salah satu Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) di Tulangbawang mengungkapkan keberatannya atas adanya pungutan tersebut yang diklaim sebagai iuran operasional Abpebsi.
Pardianto, dalam surat klarifikasinya, membenarkan adanya pungutan tersebut. Ia berdalih bahwa dana tersebut digunakan untuk keperluan operasional organisasi, baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten.
“Dana iuran tersebut digunakan untuk keperluan Sekretariat dan operasional Abpedsi baik di Kecamatan maupun di Kabupaten Tulangbawang,” tulis Pardianto dalam surat klarifikasinya.
Ditempat berbeda Ketua Laskar Merah Putih Harry Oktavia mengatakan, penjelasan Pardianto ini menuai berbagai pertanyaan. Penggunaan dana desa untuk kepentingan organisasi, meskipun organisasi tersebut mewadahi para perangkat desa, dinilai tidak sesuai dengan peruntukan dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
“Dana desa itu diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat desa, bukan untuk membiayai kegiatan organisasi tertentu,” ujar harry oktavia Ketua Laskar Merah Putih Kabupaten Tulangbawang.
Lanjut Harry, praktik pengutipan dana dari dana desa untuk kepentingan organisasi seperti yang dilakukan oleh Abpedsi berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan.
” Ya itu sangat melanggar peraturan undangang-undang terutama terkait dengan penggunaan dana desa. Penggunaan dana desa harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif dan bermanfaat bagi masyarakat desa,”ungkap Harry. Minggu (28/7).
Lebih dalam Ketua Laskar Merah Putih menjelaskan, jika terbukti bahwa dana yang dihimpun dari desa-desa tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Pelaku dapat dijerat dengan pasal-pasal yang mengatur tentang korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,”pungkasnya. (rds/rfi)