LAMPUNG

Penimbunan dan Distributor Jadi Biang Kerok

CakraLampung.Com - HINGGA saat ini, masalah kelangkaan serta tingginya harga (melewati harga eceran tertinggi atau HET) minyak goreng (migor), masih terjadi di tengah masyarakat. Untuk itu, pemerintah dan stakeholder harus dapat segera menuntaskan biang kerok (penyebab persoalan) dari masalah tersebut. Diantaranya, distributor nakal serta adanya dugaan banyaknya penimbunan migor tersebut. Menurut Ketua DKW Garda Bangsa Provinsi Lampung, dr. Ardito Wijaya, distributor menjadi biang kerok adanya kelangkaan minyak goreng (Migor). " miris akan kelangkaan minyak goreng yang ada di daerah Lampung ini. Penyebab kelangkaan itu ada di penyaluran dari distributor yang kurang maksimal serta adanya dugaan penimbunan," tegasnya kemarin. Diakui Dito -sapaan Ardito Wijaya yang juga selaku Wakil Bupati Lampung Tengah ini, pemerintah telah menggelontorkan ribuan liter minyak goreng kemasan ke pasar maupun toko waralaba sejak penetapan satu harga minyak goreng. "Selain karena tingginya minat masyarakat untuk mendapatkan minyak goreng harga eceran tertinggi (HET), juga karena terlambatnya pengiriman barang oleh distributor," terang dia. Padahal, kelangkaan minyak goreng seharusnya tidak terjadi jika perusahaan-perusahaan, distributor atau produsen minyak goreng yang telah di subsidi pemerintah ini cepat dalam penyalurannya serta tidak adanya upaya penimbunan. Terpisah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan banyaknya perilaku penimbunan minyak goreng sehingga meresahkan masyarakat. Ketua Umum MUI Pusat, KH Miftachul Akhyar mengatakan, penimbunan minyak goreng atau kebutuhan bahan pokok lainnya haram hukumnya dalam ajaran Islam. "Penimbunan itu haram," kata KH Miftachul Akhyar. Sementara itu, Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto menegaskan akan menutup pelaku usaha yang sengaja melakukan penimbunan migor. "Kita akan cabut izin usahanya jika terbukti menimbun," tegasnya. Diketahui, pelaku usaha diingatkan untuk memperhatikan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dalam kondisi tertentu yang dapat mengganggu kegiatan Perdagangan nasional, Pemerintah berkewajiban menjamin pasokan dan stabilisasi harga Barang kebutuhan pokok dan barang penting. Hal ini berkaitan dengan pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan yang isinya berupa larangan menimbun barang pada kondisi tertentu. Larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting, dalam hal ini masker. Dalam konteks itulah BPKN mengingatkan pelaku usaha untuk memperhatikan Pasal 107 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal ini berisi ancaman sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun, dan/atau pidana denda maksimal 50 miliar rupiah bagi pelaku usaha yang melanggar larangan menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.(tim) GRAFIS PERSOALAN 1. Langka 2. Harga melewati HET 3. Dugaan penimbunan 4. Distribusi tidak lancar 5. Operasi pasar belum merata   HUKUM 1. Penimbunan hukumnya Haram 2. Penimbun bisa di penjara 5 tahun 3. Penimbun bisa didenda Rp50 M 4. Izin usaha dicopot   SOLUSI 1. Tindak tegas penimbun 2. Suplai barang harus lancar 3. Sidak rutin ke distributor 4. Sidak rutin ke pasar dan toko-toko 5. Operasi pasar secara rutin 6. Kerjasama penegak hukum dan pemerintah berantas masalah penimbunan

CakraLampung.Com – HINGGA saat ini, masalah kelangkaan serta tingginya harga (melewati harga eceran tertinggi atau HET) minyak goreng (migor), masih terjadi di tengah masyarakat.

Untuk itu, pemerintah dan stakeholder harus dapat segera menuntaskan biang kerok (penyebab persoalan) dari masalah tersebut. Diantaranya, distributor nakal serta adanya dugaan banyaknya penimbunan migor tersebut.

Menurut Ketua DKW Garda Bangsa Provinsi Lampung, dr. Ardito Wijaya, distributor menjadi biang kerok adanya kelangkaan minyak goreng (Migor).

” miris akan kelangkaan minyak goreng yang ada di daerah Lampung ini. Penyebab kelangkaan itu ada di penyaluran dari distributor yang kurang maksimal serta adanya dugaan penimbunan,” tegasnya kemarin.

Diakui Dito -sapaan Ardito Wijaya yang juga selaku Wakil Bupati Lampung Tengah ini, pemerintah telah menggelontorkan ribuan liter minyak goreng kemasan ke pasar maupun toko waralaba sejak penetapan satu harga minyak goreng.

“Selain karena tingginya minat masyarakat untuk mendapatkan minyak goreng harga eceran tertinggi (HET), juga karena terlambatnya pengiriman barang oleh distributor,” terang dia.

Padahal, kelangkaan minyak goreng seharusnya tidak terjadi jika perusahaan-perusahaan, distributor atau produsen minyak goreng yang telah di subsidi pemerintah ini cepat dalam penyalurannya serta tidak adanya upaya penimbunan.

Terpisah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan banyaknya perilaku penimbunan minyak goreng sehingga meresahkan masyarakat.

Ketua Umum MUI Pusat, KH Miftachul Akhyar mengatakan, penimbunan minyak goreng atau kebutuhan bahan pokok lainnya haram hukumnya dalam ajaran Islam. “Penimbunan itu haram,” kata KH Miftachul Akhyar.

Sementara itu, Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto menegaskan akan menutup pelaku usaha yang sengaja melakukan penimbunan migor.

“Kita akan cabut izin usahanya jika terbukti menimbun,” tegasnya.

Diketahui, pelaku usaha diingatkan untuk memperhatikan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dalam kondisi tertentu yang dapat mengganggu kegiatan Perdagangan nasional, Pemerintah berkewajiban menjamin pasokan dan stabilisasi harga Barang kebutuhan pokok dan barang penting.
Hal ini berkaitan dengan pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan yang isinya berupa larangan menimbun barang pada kondisi tertentu. Larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting, dalam hal ini masker.

Dalam konteks itulah BPKN mengingatkan pelaku usaha untuk memperhatikan Pasal 107 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal ini berisi ancaman sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun, dan/atau pidana denda maksimal 50 miliar rupiah bagi pelaku usaha yang melanggar larangan menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.(tim)

GRAFIS

PERSOALAN
1. Langka
2. Harga melewati HET
3. Dugaan penimbunan
4. Distribusi tidak lancar
5. Operasi pasar belum merata

 

HUKUM
1. Penimbunan hukumnya Haram
2. Penimbun bisa di penjara 5 tahun
3. Penimbun bisa didenda Rp50 M
4. Izin usaha dicopot

 

SOLUSI
1. Tindak tegas penimbun
2. Suplai barang harus lancar
3. Sidak rutin ke distributor
4. Sidak rutin ke pasar dan toko-toko
5. Operasi pasar secara rutin
6. Kerjasama penegak hukum dan pemerintah berantas masalah penimbunan

What's your reaction?

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.