HarianCakra.Co.Id – UMURNYA sudah tak muda. Langkahnya pun gontai. Kulitnya menghitam. Terbakar panasnya terik matahari di siang itu.
Pakaiannya lusuh. Kumel. Dan sedikit kotor (dalam kacamata saya). Terlihat, topi bundar yang Ia pakai berwarna coklat kehitaman. Hitamnya pun bukan warna asli. Warna tumpukan debu yang menempel di topi tersebut.
Baju yang Ia kenakan baju seragam. Bukan seragam kerja. Tapi seragam sebuah partai. Dipakai satu setel dengan celana pendek dibawah lutut berwarna hitam.
Ia berkendara sebuah motor butut keluaran tahun 90-an. Tak berplat. Motornya pun “telanjang” (sebagian onderdil dilepas).
Motornya memuat sebuah obrok. Berisikan berbagai peralatan. Obeng, palu dan lem. Ada juga barang bekas peralatan rumah tangga, yang terbuat dari alumunium.
“Pak ini dandang saya bocor,” kata salah seorang wanita dengan membawa sebuah dandang dari dalam rumah.
“Biar saya lihat,” kata pak tua itu sambil berjalan mengambil dan melihat isi dalam dandang.
Dandang itu diangkat tinggi -tinggi menghadap matahari. Tangan kirinya masuk ke dalam dandang. Sekira 5 menit mungkin bisa kurang, dandang itupun selesai.
“Sudah diperbaiki, sudah tak bocor,” katanya sambil mengembalikan dandang itu ke pemiliknya.
Saya yang kebetulan sedang asik mengobrol dengan empat rekan saya pun tertegun. “kapan didandannya, tetiba sudah selesai,” dalam hati saya.
“Ngopi dulu pak,” teriakan rekan saya Haidar memanggil pak tua itu.
“Oh, no..no (bahasa inggris yang artinya tidak),” sambil melangkah ke arah motor bututnya.
“Wah bisa bahasa Inggris,” timpal Haidar. “Saya kan dari Inggris,” canda pak tua itu sambil tertawa.
Akhirnya, saya pun memanggil pak tua itu untuk duduk dan ngopi bersama kami. Ia tak menolak.
Setelah duduk. Ia pun meletakkan topi lusuhnya di pangkuan pahanya. Tangan kirinya menyelinap ke dalam celana. Tak lama keluar sebungkus rokok. Rokok warna putih. Rokok anak muda. Gaul. Atau mungkin rokok itu lebih ringan diisap. Tapi bukan rokok mahal. Terlihat dari merek rokok yang tertera di bungkus rokok tersebut.
Saya pun langsung menanyakan namanya. “hahaha…orang disini banyak kenal saya. Saya udah terkenal disini. Orang -orang memanggil saya Bejo,” katanya sambil tertawa terbahak. Tertawanya lepas. Sampai mulutnya terbuka lebar. Giginya yang tak utuh lagi terlihat jelas.
“Saya ini seorang diri saat datang ke Lampung. Awalnya di Mesuji. Lalu pindah ke Lampung Tengah. Tepatnya di Buminabung Utara,” terang dia kepada saya.
Bejo mengungkapkan bahwa dirinya sebelum banting setir menjadi tukang servis dandang keliling, dirinya bekerja sebagai supir mobil truk.
Namun karena umurnya sudah tak muda lagi (65 tahun), akhirnya dia memutuskan untuk bekerja sebagai patri -tukang dandan dandang (perabotan terbuat dari alumunium).
“ya setiap hari mas kerjanya. Pendapatannya juga tak seberapa. Tapi saya ini orangnya tak pemalu. Yang penting saya bekerja dan halal,” sambung Bejo sambil menghisap rokok di tangannya.
Di rumahnya, kata Bejo, dia juga membuat dandang besar yang berkualitas, tegas Bejo. “Tebal mas dandangnya. Sangat kuat. Beda dengan yang dijual di pasar. Harganya lebih mahal,” terang dia menceritakan pekerjaan yang Ia geluti saat di rumah.
Nah, bagi Anda yang mungkin ingin membeli dandang atau sekedar memperbaiki yang rusak. Tak ada salahnya kita menggunakan jasa Mbah Bejo (saya memanggil beliau sesuai dengan umurnya).
Semoga Mbah Bejo selalu sehat dan tambah banyak pelanggannya. (syf)